Issue of the Week: Should Malaysia adopt a decentralised healthcare system? | Healthcare Asia Magazine
, Malaysia

Issue of the Week: Should Malaysia adopt a decentralised healthcare system?

Analysts have strong points against the idea.

While a more decentralised Malaysian healthcare system may close the current gap in service delivery between wealthy and poor Malaysians by freeing the government from some conflicts of interest, decentralisation brings its own set of headaches.

Here are some healthcare analysts’ views on Malaysian decentralisation:

Ashwin Moduga, research manager, IDC

One of the major issues with decentralized health delivery systems based on experience in other countries is that of the lack of an integrated health system.

Especially in managing chronic conditions like diabetes, cardiovascular disorders and respiratory disease, all of which are severe burdens on health finances of a country.

All such chronic disease management need to be monitored at a central level to assess population health. Decentralized health systems have had a problem with communicating disease statistics, disparate population level disease management programs and have often led to huge pockets of underserved populations.

Dr Yong Chern Chet, healthcare sector leader, Deloitte Southeast Asia

Perhaps the more urgent issue is the ongoing stagnation (both from an overall capacity and capability perspective) of the Malaysian public healthcare sector in the recent past.

The Malaysian population’s healthcare demand is rapidly shifting as with the rest of developing nations in the region. Issues of an ageing population, earlier onset of lifestyle and chronic diseases including cancer are real on the ground issues which are currently partly addressed by the private healthcare sector picking up on the spill over. That said, there is risk that even with the rapid growth seen in the private sector, it will not be enough to keep up with the demand. Malaysia might risk in the future of becoming a medical tourist source besides being a destination. 

Pemindaian AI terkini meningkatkan diagnosa di Shin Kong Wu Ho-Su Memorial Hospital

Rumah sakit di Taiwan ini menggunakan teknologi endoskop yang dibantu AI untuk mendeteksi polip dan kamera resolusi tinggi untuk telemedis.

KFSHRC Saudi bertumpu pada inovasi untuk mentransformasi layanan kesehatan

Rumah sakit ini mempercepat adopsi teknologi baru untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin global di bidang kedokteran.

Angkor Hospital merencanakan pusat trauma untuk anak-anak

Fasilitas ini akan memiliki ICU, ruang gawat darurat, ruang operasi, dan bangsal bedah.

Bali International Hospital dan HK Asia Medical mendirikan pusat jantung baru

Fasilitas ini akan menawarkan diagnostik, operasi invasif minimal, dan perawatan pasca operasi.

Pasar pencitraan medis Indonesia diproyeksikan tumbuh 6,12% CAGR hingga 2030

Salah satu pendorong utama adalah peningkatan inisiatif yang dipimpin pemerintah.

Rumah Sakit Pusat Kamboja beralih ke adopsi teknologi untuk meningkatkan layanan jantung

Salah satu teknologi kunci mereka adalah mesin ECMO untuk mendukung hidup yang berkepanjangan dalam kondisi kritis.

Ekspor farmasi Indonesia diperkirakan tumbuh 7,7% CAGR hingga 2028

Berkat upaya pemerintah dan aturan investasi baru untuk meningkatkan produksi domestik.

Jepang dan Indonesia tandatangani MoU untuk pelatihan perawat dan pekerja perawatan

Kemitraan ini bertujuan membimbing tenaga kesehatan Indonesia agar memenuhi standar tenaga kerja profesional Jepang.

Pusat gigi nasional Singapura berada di garda terdepan layanan gigi digital

Teknologi pemindaian intraoralnya menggantikan metode pencetakan gigi tradisional.

Inovasi medis global dan solusi berbasis AI menjadi sorotan

Medical Taiwan 2024 menghadirkan 280 peserta dari 10 negara dan mendorong integrasi teknologi dalam layanan kesehatan.